Pagi ini, saya mempersiapkan misa online untuk perayaan tiga tahun kepergian papa saya ke Surga besok, Sabtu, 21 Desember 2024. Bacaan pertama besok ini ternyata dari Kidung Agung, bacaan yang sangat indah. Belakangan ini saya mendengar kembali Kidung Agung dikutip ketika saya belajar mengenai Theology of the Body bersama father Mike Scmithz secara online, ketika ia menyampaikan betapa Tuhan mengasihi kita seperti kekasihNya.
Belakangan ini, papa dari ko Riko Ariefano juga baru meninggal, dan di salah satu acara pemakamannya, ko Riko sharing kalau ia menganalogikan “mengantar papanya” seakan seperti mengantarnya pergi ke “Mempelai”nya yang sesungguhnya. Saya sangat setuju dengan analogi ini. Begitu dalamnya sebenernya permenungan tentang kisah kematian seseorang dari dunia dimulainya “perjalanan” ke Surga.
Saya, kakak, dan mama kadang berdikusi sambil membayangkan, papa sudah sampai di Surga atau belum, ya? Yah, kami tidak tahu pastinya. Kadang kami merasa kalau pastilah papa sudah sampai, dan di saat lain juga terbersit dalam pikiran kami, apa papa belum sampai ya? Apalagi ketika kemarin kakak saya membagikan penglihatan yang disampaikan St. Teresa dari Avila tentang jiwa-jiwa jatuh ke neraka seperti salju.
Saya bilang ke kakak saya kalau tidak perlu takut, karena kami terus mendoakan papa. Betapa bersyukurnya sebagai orang Katolik kita belajar kalau orang yang sudah meninggal juga tetap bagian dari satu keluarga Allah, dimana kita bisa terus saling mendoakan orang terkasih yang sudah meninggal. Kami tetap berdoa untuk papa dan tidak kuatir apakah papa sudah sampai atau belum, karena sembari mendoakan papa, kami juga mendoakan saudara-saudara dekat yang meninggal, Om, Opa, Oma, dan lainnya selain papa. Kami percaya tidak akan ada doa yang sia-sia.
Akhir-akhir ini, saya tidak sengaja harus berdiskusi ke salah seorang protestan ex Katolik yang mengira bahwa kita berdoa ke saints dan bukan ke Yesus. Menanggapi pertanyaannya, saya mengarahkan kalau konsep berdoa bersama saints atau mendoakan orang meninggal menekankan bahwa pada dasarnya kita semua adalah satu keluarga di dalam Kristus.
Teman, di dekat hari natal ini, mari kita mengingat kembali bahwa Christmas adalah Christ+mass dan jangan lupa berdoa untuk saudara atau orang yang kita kenal yang sudah memulai perjalanan ke Surga. Mari terus mendoakan satu sama lain sebagai satu keluarga di dalam Kristus. Dia-lah Mempelai kita yang sesungguhnya.
“Listen! My beloved! Look! Here he comes, leaping across the mountains, bounding over the hills. My beloved is like a gazelle or a young stag. Look! There he stands behind our wall, gazing through the windows, peering through the lattice. My beloved spoke and said to me, “Arise, my darling, my beautiful one, come with me. See! The winter is past; the rains are over and gone. Flowers appear on the earth; the season of singing has come, the cooing of doves is heard in our land. The fig tree forms its early fruit; the blossoming vines spread their fragrance. Arise, come, my darling; my beautiful one, come with me. My dove in the clefts of the rock, in the hiding places on the mountainside, show me your face, let me hear your voice; for your voice is sweet, and your face is lovely.” (Song of songs 2:8-14) (LGA)
No responses yet