Hari Selasa lalu di pekan suci Paskah, saya mengalami kejadian yang tidak mengenakkan di kantor. Seorang colleague yang cukup dekat dengan saya menyeret nama saya untuk melindungi dirinya. Tugas colleague ini adalah memastikan bahan-bahan mentah cukup untuk produksi, dan apabila ada bahan yang kurang, production schedule harus diganti.
Sebulan terakhir ini frozen potato di kantor sedang mengalami quality issues. Karena isu ini banyak menghambat produksi, saya menjadi sering berkomunikasi dengan supplier. Seminggu sebelumnya kami meeting online dengan supplier dan dari meeting itu diputuskan bahwa sekitar 27 ton kentang tidak bisa dipakai dan supplier akan mengambil stocknya kembali. Puji Tuhan supplier kami sangat kooperatif dan mau mendengarkan.
Colleague saya ada di meeting tersebut. Dia tahu kalau dia harus place another order through the system untuk memastikan kecukupan bahan produksi.
Ketika saya kira semua masalah sudah selesai, di hari Senin, Production Scheduler menghubungi saya karena tidak ada delivery kentang baru yang masuk. Padahal, production hari Selasa, Rabu, dan Kamis semuanya membutuhkan kentang. Waktu itu saya pikir ada delivery delay. Ternyata saya mendapatkan kabar bahwa colleague saya ini tidak menaruh replacement order.
Alasannya sepele. Saat dia cek, menurutnya sistem menunjukkan masih ada 27 ton kentang yang bisa dipakai. Padahal dengan jelas di sistem, kentang-kentang tersebut sudah di reject. Dia semakin mencari alasan dan bilang bahwa saya masuk ke menu yang salah untuk mengupdate sistem. Nyatanya, akses ke menu itu saja saya tidak punya.
Jujur, saya kesal. Saya menjadi tameng untuk melindungi kesalahan orang lain. Sontak, saya langsung chat Production Scheduler saya dan venting kekesalan saya. Kebetulan dia beragama Katolik juga.
Di tengah-tengah chat saya, ada satu jawaban dia yang membuat saya tertegur.
“Don’t worry Vito, I’ve been cornered a lot of times. This is not a surprise.” Saya pun diam sejenak dan merasa bahwa tidak ada gunanya saya kesal di masa Prapaskah ini. Chat itupun saya balas dengan satu kalimat: “The cross we have to bear hey!“
Setelah itu saya merasa memperoleh kekuatan untuk tidak memperpanjang masalah. Saya meluruskan fakta ke manager saya, dan dia ada di pihak saya. Malahan manager saya bersikeras mau escalate this issue karena dia paling tidak suka ketika seseorang difitnah. Tapi sekali lagi Roh Kudus menguatkan, dan saya hanya bilang “it’s okay, maybe she had a rough week. We’ll just be vigilant next week.” Saya tahu pasti: Tuhan yang menguatkan saya hari itu adalah Tuhan yang akan membela saya.
Pengalaman ini menguatkan saya untuk terus memikul salib dengan setia dan mengandalkan Roh Kudus dalam setiap situasi.
Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan! (Roma 12:21)
(IVO)
No responses yet