Renungan Katolik “Bahasa Kasih”
Jum’at, 10 September 2021
1 Tim: 1-2, 12-14
Mzm 16: 1-2a, 5,7-8,11
Luk 6: 39-42
GUE PALING BENER !
“Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balokdi dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui” Lukas 6 : 41
Masa Pandemi sudah berlangsung lebih dari 1 tahun di negeri kita tercinta. Hal ini menimbulkan stress tersendiri buat saya sebagai manager dalam suatu perusahaan. Saya harus mengingatkan berkali-kali kepada office boy bahwa ruang meeting harus disemprot disinfektan sebelum dan selesai meeting. Maklum, ruang meeting kantor kami sering sekali digunakan, walaupun tim kami kecil, namun tamu-tamu sering berdatangan untuk meeting di situ. Tim yang kecil ini harus saya jaga baik-baik. Jika sampai satu orang dari kami terpapar sakit covid 19, maka kinerja bisnis akan sangat terganggu.
Stress ini membuat saya sering marah-marah. Ada saja yang membuat saya emosi. Mulai dari mobil kantor yang beraroma tak sedap sampai karyawan yang kurang cekatan dalam menangani masalah perbankan. Maklum selama PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat di Jakarta diterapkan, jam operasional bank tutup lebih awal.
Suatu malam saya merenung cukup lama. Saya bertanya kepada diri sendiri mengapa emosi saya menjadi tidak stabil, mudah meledak. Saya mengharapkan semua staff mulai dari office boy sampai supervisor memiliki jalan pikir dan kecepatan kerja yang sama dengan saya. Tetapi jika semua orang seperti saya, tentu saja mereka tidak akan pernah menjadi bawahan saya. Level mereka pasti sama dengan saya. Bahkan mereka dapat menjadi atasan saya. Namun, karena jalan pikir mereka terbatas, maka saya ada di perusahaan ini bertugas untuk memimpin mereka dengan bijaksana dan bukan dengan emosi yang pada akhirnya membuat diri saya kelelahan sendiri.
Bukankah dalam meeting dengan atasan, saya pun sering dimarahi karena saya kurang menganalisa suatu hal secara mendalam.
Lebih jauh lagi, saya rasa Tuhanpun cukup jengkel kepada saya. Tiap kali mengaku dosa tentang hal-hal yang sama terus. Sesungguhnya ukuran yang saya pakai untuk menilai bawahan saya, itupula yang Tuhan pakai untuk menilai hati saya. (Yo)
Apakah saya sering merasa paling benar dan semua orang harus mendengarkan saya ?
No responses yet