Renungan Katolik “Bahasa Kasih”
Rabu, 15 Agustus 2018
Yeh 9:1-7: 10:18-22
Mzm 113:1-6
Mat 18:15-20
Menasihati bukan memarahi
Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata.
Jika ia mendengarkan nasihatmu, engkau telah mendapatnya kembali. – Mat 18:15
Jika seorang berbuat salah kepada kita, ada tiga hal yang dapat kita lakukan: (1) mendiamkan saja (karena kita tidak peduli), (2) memarahinya (karena kita benci), (3) menasihatinya (karena kita mengasihi). Seringkali, orang tua memarahi anak bukan karena mendidik namun karena benci melihat perbuatannya. Atau atasan menegur bawahannya bukan agar bawahannya dapat memperbaiki kesalahan, tetapi karena ingin melampiaskan kekecewaannya.
Jika kita menegur seseorang dengan dilandasi sikap benci, kita tidak akan pernah dapat mengubah orang itu. Yesus mengajarkan kita supaya menegur orang yang berbuat salah di bawah empat mata, artinya menasihati dengan penuh kasih.
Saya bergabung dalam sel di satu komunitas rohani Katolik. Suatu hari, sel kami menerima dua orang peminat baru. Mereka selalu datang dan pulang bersama. Mulanya saya pikir mereka pasangan suami istri, tapi ternyata bukan. Ketika sel kami berjalan-jalan ke luar kota, saya mengajak sang pria untuk mengobrol berdua. Ternyata hubungan mereka sudah terlalu jauh, padahal masing-masing sudah berkeluarga. Saya menyarankan agar ia berinisiatif untuk menjauhi si wanita.
Mula-mula ia terlihat menerima nasihat saya dengan hati terbuka. Namun kenyataannya ia mundur dari sel. Begitu juga si wanita. Hal ini memang sangat disayangkan. Namun satu hal yang tidak pernah saya sesali adalah saya menegurnya dengan kasih. Saya berharap suatu hari kelak mereka dapat bergabung kembali dalam komunitas rohani.
Menasihati adalah menganggap diri sejajar dengan yang dinasihati. (Yo)
Beranikah saya menyatakan kesalahan yang dilakukan orang lain dengan sikap kasih?
No responses yet