Renungan Katolik “Bahasa Kasih”
Kamis, 15 Februari 2018
Ul 30:15-20
Mzm 1:1-4,6
Luk 9:22-25
Menyangkan diri, memikul salib
Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. – Luk 9: 23
Belum lama ini saya menonton film Silence yang mengisahkan tentang dua imam Katolik yang menjadi misionaris di Jepang pada abad ke-17. Mereka menemukan umat Kristen Jepang dalam tekanan dan ancaman yang berat. Pembunuhan umat Kristen terjadi di mana-mana karena agama Kristen dilarang pada saat itu. Namun banyak yang tetap memilih mengikuti Kristus dengan menjadi martir. Walau film itu bukan berdasarkan kisah nyata, tapi sejarah mencatat persekusi umat Kristen oleh pemerintah Jepang pada zaman itu.
Sungguh saya tak bisa membayangkan apa jadinya bila saya hidup kala itu. Di sisi lain, saya mengagumi keteguhan iman mereka yang menghidupi imannya secara sembunyi-sembunyi. Awalnya sebuah keuskupan dengan ratusan ribu umat, tapi harus berubah menjadi agama “bawah tanah” yang tak punya tempat ibadah maupun imam sama sekali. Yang bisa mereka lakukan hanya menjalani kehidupan doa dan Sakramen Baptis yang memang dapat dilakukan oleh awam dalam kondisi seperti itu. Itulah cara mereka mempertahankan iman turun-temurun hingga abad 19 saat pemerintah tidak lagi melarang kekristenan.
Bagi saya, itu suatu kesaksian iman yang hebat. Mengikuti Yesus sungguh dilakukan dengan menyangkal diri, memikul salib setiap hari, dan mengikuti ajaran-Nya. Gereja akhirnya mengkanonisasi para martir Jepang tersebut dan kita memperingatinya dalam kalender Gereja Katolik Roma.
Para martir kudus Jepang, doakanlah kami agar dapat memegang teguh iman kami di zaman sekarang ini. (Aw)
Apa bentuk memikul salib dan penyangkalan diri saya dalam mengikuti-Nya?
No responses yet