Renungan Katolik “Bahasa Kasih”
Kamis, 17 Mei 2018
Kis 22:30; 23:6-11
Mzm 16:1-2,5,7-11
Yoh 17:20-26
Hari 7 Novena Pentakosta
Resiko di saat genting
Hai saudara-saudaraku, aku adalah orang Farisi, keturunan orang Farisi;
aku dihadapkan ke Mahkamah ini, karena aku mengharap akan kebangkitan orang mati.
Ketika ia berkata demikian, timbullah perpecahan antara orang-orang Farisi dan orang-orang Saduki dan terbagi-bagilah orang banyak itu. – Kis 23 : 6 – 7.
Ketika Paulus dihadapkan di depan Mahkamah Agama untuk diadili atas tuduhan melanggar Hukum Taurat, ia mengalami ketakutan dan kekhawatiran kalau ia harus dibunuh dan tidak bisa mengajarkan Injil lagi ke tempat lain. Namun ia tidak pasrah dan menyerah pada keadaan. Ia berpikir keras dengan berjuang membela dirinya dan membongkar persekongkolan yang ingin membunuhnya di luar persidangan, walaupun dirinya berada dalam penjara. Ia sendiri tidak mempunyai pilihan untuk bisa keluar dari penjara kecuali dibebaskan oleh penguasa pada masa itu.
Dalam hidup keseharian kita, terkadang hidup juga seperti tak ada pilihan. Kemalangan dan kesulitan hidup yang datang silih berganti, tidak bisa dihindari dan tetap harus dihadapi serta dijalani.
Namun dalam segala kesulitan, hendaknya kita mengucap syukur dan berpengharapan bahwa apapun yang terjadi dalam hidup, Tuhan ada bersama kita. Memang bersyukur dalam kemalangan sangatlah sulit. Lebih mudah bagi kita untuk merasa Tuhan tidak adil. Justru, iman kita diuji ketika kesulitan demi kesulitan menghampiri hidup kita. Dan, sudah sepatutnya kita tetap bersyukur, berpengharapan, dan berjuang untuk hasil yang terbaik.
Jika kita mampu melewati dan mengatasinya dengan terus berpegang kepada Tuhan, hidup kita akan menjadi kesaksian dan berkat bagi orang lain. (Md)
Sudahkah saya belajar untuk bersyukur dalam kemalangan?
No responses yet