Renungan Katolik “Bahasa Kasih”
Sabtu, 21 Juli 2018
Mi 2:1-5
Mzm 10:1-4,7-8,14
Mat 12:14-21
Hati Hamba
Lihatlah, itu hambaKu yang Kupilih, yang Kukasihi, yang kepadaNya jiwaKu berkenan. – Mat 12:18a
Dalam menjalani setiap aspek kehidupan, pasti kita menginginkan segala sesutau baik adanya. Namun kita sering melupakan bahwa dibutuhkan proses dan waktu. Bahkan bukan hanya itu, ketekunan dan kegigihan juga dibutuhkan untuk dapat mewujudkannya. Dan setelah berada di posisi tersebutpun kita harus tetap bersikap rendah hati dan menjadi teladan sebagai pelayan. Acapkali, hal itu kita baikan karena merasa itu adalah saat untuk menuai panen (baca: bersantai setelah berjerih payah untu mewujudkannya.
Dulu saat saya menjadi seorang atasan, saya sempat bersikap angkuh karena merasa telah melalui semunya. Saya berpikir kalau saya tidak perlu lagi melakukan pekerjaan yang berat. Tapi ternyata semuanya salah. Ketika kita menjadi atasan, justru kita mengemban tugas dan tanggung jawab yang jauh lebih berat. Itulah saatnya kita menjadi seorang pelayan, yang dengan rendah hati tetap melayani. Seperti halnya Yesus mengemban tugas dari Bapa, meskipun sebagai Putra Tunggal Bapa, Ia menganggap diri-Nya sebagai seorang hamba.
Sebagai seorang gurupun, Ia tetap bersikap rendah hati dan menjadi teladan bagi para murid. Dengan penuh kasih, Ia melayani murid-murid dan sesama.
Lewat teladan Yesus itulah, saya diingatkan kembali bahwa apapun posisi yang saya emban saat ini, semua itu adalah anugerah-Nya yang patut disyukuri dan dilaksanakan dengan baik. Tak ada yang perlu kita sombongkan, karena kita semua adalah hamba-Nya.
Mari kita miliki hati hamba yang melayani sesama dengan penuh kasih agar kitapun berkenan di hadapan-Nya, seperti halnya Yesus melayani kita semua dengan penuh kasih. (Cr)
Sadarkah saya bahwa semua yang saya miliki adalah pemberian-Nya?
Mampukah saya melayani dengan penuh kasih?
No responses yet