Renungan Katolik “Bahasa Kasih”
Rabu, 22 Agustus 2018
Yeh 34:1-11
Mzm 23:1-6
Mat 1:1-16a
Berdasarkan kerelaan hati
Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?
Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir. – Mat 20:15-16
Secara dunia, wajar jika para pekerja yang bekerja seharian merasa iri hati karena merasa tidak mendapatkan keadilan atas upah yang mereka terima.
Sadar atau tidak, saya juga sering jatuh dalam dosa iri hati. Misalnya dalam pelayanan ketika melihat rekan pelayanan hanya berpangku tangan, padahal banyak yang bisa dikerjakan. Hal itu sering membuat hati saya tidak damai sejahtera. Namun saya bersyukur karena Tuhan selalu mengingatkan untuk selalu memberi persembahan yang harum dan murni kepada-Nya, sehingga saya mempersembahkan perasaan negatif tersebut kepada Tuhan.
Perikop ini mengajarkan saya tentang kemurahan hati si tuan yang mempekerjakan para upahan. Apapun yang saya kerjakan haruslah didasarkan pada kerelaan dan kemurahan hati, tanpa memperhitungkan pengaruh sekeliling yang dapat membawa saya kepada pikiran dan perasaan negatif yang akhirnya membuat saya jatuh ke dalam dosa iri hati.
Bukankah dalam kehidupan sehari-hari kita juga melihat betapa Tuhan terus bermurah hati akan kasih-Nya kepada semua orang, tanpa membedakan seberapa besar dan seberapa banyak yang manusia perbuat untuk menyenangkan hati-Nya? Bahkan kepada pendosa sekalipun, kasih-Nya tidak berkurang? (In)
Apa yang saya lakukan ketika timbul rasa iri hati?
No responses yet