Renungan Katolik “Bahasa Kasih”
Rabu, 24 Januari 2018
2Sam 7:4-17
Mzm 89:4-5,27-30
Mrk 4:1-20
Menjadi tanah yang subur
Dan akhirnya yang
ditaburkan di tanah yang baik, ialah orang yang
mendengar dan menyambut firmanitu lalu berbuah. – Mrk 4:20
Seorang wanita masuk ke sebuah toko di pasar. Ia terkejut karena menemukan Tuhan ada di belakang toko. “Tuhan, Engkau menjual apa di sini?” tanyanya. “Apa saja yang menjadi keinginan hatimu,” jawab-Nya. Wanita itu meminta yang terbaik, yang dapat diinginkan manusia. “Aku minta ketentraman hati, cinta kasih, kebahagiaan, kebijaksanaan, dan badan yang selalu sehat,” katanya, lalu cepat-cepat menambahkan, “Tidak hanya untuk saya, tapi untuk semua orang di dunia.” Tuhan tersenyum, “Kukira engkau menafsirkan Aku salah, nak,” kata-Nya. “Kami tidak menjual buah di sini. Hanya benih.” (Anthony de Mello – Doa Sang Katak 1)
Kita seringkali berperilaku seperti wanita itu. Kita berpikir bahwa rahmat dari Allah atau hal baik yang kita mohonkan dalam doa adalah sesuatu yang sudah jadi sehingga tinggal kita pakai. Tuhan mengingatkan bahwa Dia “tidak menjual buah, melainkan benih.” Seperti si penabur, Tuhan menaburkan benih. Benih dari Tuhan pasti baik dan berkualitas unggul. Perumpamaan Yesus tentang penabur menantang kita untuk tidak menyia-nyiakan rahmat-Nya. Kita ditantang untuk menjadi tanah yang subur yang berarti:
.Dalam kesibukan sehari-hari, kita harus berani menyediakan waktu khusus untuk bercakap-cakap dan menerima rahmat Tuhan.
· Dalam kerasnya persaingan hidup ini, kita tidak boleh menyerah (pasrah) dan mencari jalan pintas, serta melakukan hal yang tidak pantas.
· Melepaskan kekhawatiran yang berlebihan, menolak tipu daya dunia yang menjerumuskan, melihat masa depan dengan penuh keyakinan, optimisme, dan pengharapan. (Yo)
Bersediakah saya mengolah hati untuk menjadi tanah yang subur bagi benih Tuhan?
No responses yet