Renungan Katolik “Bahasa Kasih”
Rabu, 25 April 2018
1Ptr 5:5b-14
Mzm 89:2-3,6-7,16-17
Mrk:15-20
Rendah Hati vs Rendah Diri
Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati. – 1Ptr 5:5
Rendah hati sangat berbeda dengan rendah diri. Rendah diri adalah sikap merasa diri tidak mampu, lalu mengurung diri, mengasihani diri sendiri, dan merasa menjadi orang paling malang sedunia. Orang yang rendah diri selalu memandang iri orang yang mereka anggap lebih baik dari mereka. Mereka tidak mau belajar dari orang lain karena merasa malu dan takut dipermalukan.
Sebenarnya, bila ditelusuri lebih jauh, sikap rendah diri sebenarnya memiliki kesamaan dengan sikap tinggi hati. Kedua sikap ini cenderung mementingkan didrinya sendiri, menutup diri dari orang lain, dan tidak berani menghadapi kegagalan. Orang yang rendah diri harus berhati-hati dan bertanya kepada diri sendiri, apakah dia rendah diri atau sebenarnya malah tinggi hati.
Orang yang rendah hati terkadang juga memiliki kecenderungan merasa diri tidak mampu. Namun mereka tidak berhenti sampai di situ. Mereka mau belajar dari orang lain, mau mencoba, dan berani untuk gagal. Orang Katolik yang rendah hati tidak mengandalkan dirinya sendiri. Bahkan sekalipun ia merasa diri bisa dan mampu melakukannya, ia juga menyadari bahwa dirinya hanyalah manusia yang terbatas. Sebuah keberhasilan bukanlah karena kemampuannya semata, namun sangat bergantung kepada banyak hal di luar dirinya yang tidak bisa ia kendalikan.
Hari ini Tuhan mengajarkan kita untuk rendah hati. Rendah hati untuk selalu menyadari bahwa di luar Tuhan, kita tidak bisa apa-apa, sehingga akhirnya kita bergantung kepada Tuhan dan melekat serta tinggal di dalam-Nya. (Al)
Ada ungkapan “jika kita sudah merasa rendah hati”, sebenarnya justru kita masih jauh dari rendah hati.
Di manakah saya?
No responses yet