Renungan Katolik “Bahasa Kasih”
Minggu, 29 Januari 2017
Zef 2:3; 3:12-13
Mzm 146:1,7-10
1Kor 1:26-31
Mat 5:1-12a
PEMBAWA DAMAI
Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. – Mat 5:9
Sejarah dunia dipenuhi dengan cerita peperangan yang tiada habisnya. Seolah manusia amat menyukai perang sehingga setiap generasi pasti memiliki cerita perangnya masing-masing. Sampai kapankah manusia akan terus berperang? Memperebutkan tanah, harta, kekayaan, reputasi, bahkan sampai membawa nama agama. Tidak akan pernah ada habisnya sampai pada titik di mana semua orang menyadari bahwa peperangan tidak akan pernah membuahkan hasil baik apapun.
Kedamaian menjadi hal yang terus-menerus diperjuangkan. Kedamaian menjadi hal yang sulit didapatkan. Padahal, ketika kita dilahirkan ke dunia, kita lahir tanpa membawa atribut apapun. Ketika kita lahir, kita bahkan tidak tahu kita lahir di negara apa, dengan ideologi apa, dengan agama apa. Kita lahir begitu saja dengan penuh kedamaian tanpa menuntut apapun. Anehnya, mengapa setelah menjadi dewasa, manusia malah dengan mudah menuntut sesuatu dan menjadi agresif bila tuntutannya tidak dipenuhi? Bukankah seharusnya kedamaian sudah menjadi kode etik sejak kita dilahirkan?
Ketika kita bertumbuh menjadi dewasa, banyak hal yang kita pelajari. Banyak nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita yang kita dapatkan dari lingkungan. Namun satu hal yang tidak pernah boleh kita lupakan adalah bahwa kita ada di dunia ini sebagai seorang pembawa damai, karena kita adalah anak-anak Allah. Seharusnya, tidak ada apapun yang dapat mengalahkan hal itu. Kalau saja kita tidak melupakan hal itu, dunia ini akan menjadi tempat yang lebih layak untuk dihuni semua bangsa. Dunia seperti inilah yang kita cita-citakan, bukan? (Hd)
Sudahkah saya menjadi pembawa damai bagi orang-orang di sekitar saya?
No responses yet