Renungan Katolik “Bahasa Kasih”
Sabtu, 03 Maret 2018
Mi 7:14-15, 18-20
Mzm 103:1-4,9-12
Luk 15:1-3,11-32
Kasih tanpa syarat
Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali.
– Luk 15:32
Perikop hari ini mengisahkan tentang dua anak yang sama-sama memberontak kepada ayahnya.
Anak bungsu dengan sengaja meminta seluruh warisannya, yang kemudian dipakainya untuk hidup berfoya-foya. Setelah semuanya habis, ia berakhir dengan hidup dalam penderitaan, kelaparan, hingga akhirnya memutuskan untuk pulang dan kembali ke rumah ayahnya.
Anak sulung menunjukkan pemberontakannya melalui perasaan iri dan marah ketika melihat bapanya tetap menerima adiknya kembali dengan penuh kasih. Bahkan menyambutnya dengan pesta meriah. Pemberontakannya juga ditunjukkan dengan tidak mau masuk ke pesta itu dan tidak mengakui adiknya.
Meski demikian, bapanya tetap menunjukkan kasih tanpa syarat kepada kedua anaknya. Kepada si bungsu, ia berlari keluar untuk menyambutnya. Kepada si sulung, ia merindukannya dapat ikut bersama-sama menikmati berkat dan kasih.
Dalam relasi kita dengan Tuhan, kita juga sering menjadi anak yang memberontak kepada Bapa. Baik melalui pikiran, sikap, ataupun tindakan yang keluar dari ketaatan, sehingga kita kehilangan kesempatan untuk menikmati berkat dan karunia yang sudah Ia sediakan.
Kasih karunia Tuhan kepada manusia tidak terbatas, dan Ia selalu menyediakannya setiap hari untuk kita nikmati. Oleh karena itu, marilah kita menjadi anak-anak yang taat kepada-Nya agar apa yang ingin Ia berikan kepada kita dapat kita terima sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. (In)
Bapa di surga, ampuni jika saya sering menunjukkan sikap yang taat dan mengecewakan-Mu.
No responses yet