Renungan Katolik “Bahasa Kasih”
Sabtu, 04 Agustus 2018
Yer 26:11-16,24
Mzm 69:15-16,30-31,33-34
Mat 14:1-12
Salah yang dijadikan kebenaran
Oleh sebab itu, perbaikilah tingkah lakumu dan perbuatanmu, dan dengarkanlah suara Tuhan, Allahmu, sehingga Tuhan menyesal akan malapetaka yang diancamkanNya atas kamu.
– Yer 26:13
Kepadatan jalan raya di ibukota membuat banyaknya kemungkinan terjadi pergesekan antar kendaraan. Dari pengalaman saya berkendara di ibukota, tidak sedikit kecelakaan yang saya alami.
Biasanya, kita akan memarkirkan kendaraan di pinggir jalan setelah terjadi kecelakaan. Dengan begitu kita dapat melihat kerusakan yang terjadi dan mencari penyelesaian bersama secara baik-baik. Jika tidak menemui jalan tengah perdamaian, biasanya akan ditempuh jalur hukum melalui aparat kepolisian.
Masalahnya, apa yang terjadi jika mobil kita tertabrak oleh pengendara sepeda motor? Beberapa kali pengalaman saya, sang pengendara sepeda motor akan langsung tancap gas agar bisa kabur dari tuntutan pertanggungjawaban atas apa yang terjadi. Atau, jika sang pengendara motor yang terluka, maka orang-orang di sekitar kejadian akan serta-merta menuntut pengendara mobil untuk bertanggung jawab. Sekalipun sang pengendara motor yang seenaknya memotong dan mengambil jalur yang salah.
Itulah contoh paradigma yang salah yang terjadi dalam masyarakat kita. Sesuatu yang salah namun dijadikan sebagai suatu kebenaran. Hal ini bisa terjadi karena adanya kesenjangan ekonomi. Iri hati, melihat pihak lain pantas untuk menderita, atau fanatisme yang berlebihan tanpa melihat peraturan yang ada merupakan sesuatu yang salah. (Md)
Apakah saya masih dapat mendengarkan hati nurani mengenai kebaikan?
No responses yet