Renungan Katolik “Bahasa Kasih”
Minggu, 04 Februari 2018
Ayb 7:1-4,6-7
Mzm 147:1-6
1Kor 9:16-19,22-23
Upahnya = “perkenan-Nya”
Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah,
dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil. – 1Kor 9:18
Apakah Allah yang Maha Sempurna masih perlu kita layani?
Tentu saja Allah dapat melakukan segalanya tanpa bantuan manusia, bahkan termasuk mempertobatkan para pendosa. Lalu, mengapa Tuhan harus memakai manusia untuk karya keselamatan-Nya? Karena Tuhan ingin kita menjadi rekan sekerja-Nya, terlibat dalam karya-Nya.
Allah bisa saja melakukan apapun yang Ia inginkan atas diri manusia, namun hal itu tidak dilakukan-Nya. Ketika Ia memilih dan memanggil kita untuk mengambil bagian dalam karya-Nya, Ia memberi kehendak bebas kepada kita untuk memilih tanggapan yang akan kita berikan kepada-Nya.
Sebenarnya, ketika kita melayani Tuhan, kita sedang memberi kepada-Nya. Meski mungkin Ia tidak membutuhkan pemberian kita, namun kita ingin memberi sebagai tanda bahwa kita mengasihi Tuhan. Dan Tuhan memberikan “upah” (baca: anugerah) bagi yang mengasihi Dia dalam bentuk perkenanan di dalam melayani Dia. Jadi kita melayani bukan karena kita – kita bisa, kita mampu – tetapi karena anugerah yang Ia berikan kepada kita untuk dapat melayani. Jadi jika dalam pelayanan kita, orang lain mengalami kasih Tuhan dan pertobatan, itu adalah anugerah-Nya. Bukan karena “jasa” kita. Kita hanyalah alat yang dipakai-Nya, dan itulah yang disebut sebagai perkenanan-Nya. (In)
Tuhan, mampukan saya untuk menyadari bahwa saya adalah milik-Mu sepenuhnya, dan hanya Engkau yang memiliki hak atas hidup saya.
No responses yet