Suatu saat dalam percakapan sore hari, seorang teman bertanya kepada saya, “Bagaimana caranya untuk mengampuni orang yang menyakiti kita? Sulit sekali mengampuni 70 x 7 kali seperti firman Tuhan.” Tidak mengira mendapat pertanyaan yang cukup berat, saya pun terdiam dan sebenarnya batin saya mengiyakan apa yang dikatakan teman saya itu. Menjelang istirahat malam, pertanyaan teman saya masih terngiang di telinga dan membawa saya ke dalam suatu permenungan tentang mengampuni.
Kita semua sudah tahu rumusan mengampuni dalam Matius 18:22 “Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” Bagaimana mempraktekkannya? Berdoa sudah, basuh kaki juga sudah, tetapi mengapa masih saja sulit melupakan wajah orang yang telah mengecewakan kita? Mengapa perasaan kita masih teriris dan dada menjadi sesak ketika mendengar nama orang tersebut? Bahkan airmata pun jatuh dari sudut mata ketika kita teringat kembali peristiwa yang terjadi.
Hasil permenungan membawa saya kepada dua hal baru mengenai mengampuni. Pertama bahwa mengampuni berarti mengikhlaskan apa yang sudah terjadi di masa lampau dan memiliki harapan baru untuk hari yang akan datang. Bila kita semakin ingin melupakan sesuatu yang menyakitkan, maka kita akan semakin ingat akan kepahitan yang kita alami, sehingga kita akan semakin sulit mengampuni orang yang telah mengecewakan kita. Semakin kita berjuang keras untuk melupakan kejadian dan orang yang menyebabkan kita terluka, kita pun akan semakin ingat akan apa yang terjadi sehingga makin sulit untuk mengampuni. Tetapi bila kita merelakan, mengikhlaskan dan berbesar hati atas apa sudah yang terjadi maka akan lebih mudah bagi kita untuk mengampuni.
Kedua bahwa kunci untuk mengampuni adalah mengalami kasih Allah. Bila kita mengalami kasih Allah yang berlimpah kita dapat mengikhlaskan kekecewaan yang ada dan kita dapat mengampuni. Mengalami kasih Tuhan menunjukkan bahwa tabungan cinta dalam hati kita sangat kuat sehingga kita memiliki belas kasih yang besar terhadap orang yang telah menyakiti kita baik perkataan atau tindakannya. Hanya belas kasih yang memampukan kita untuk mengampuni mereka yang telah melukai kita bahkan mengajak mereka untuk mengalami kasih Tuhan.
Jadi ketika seorang teman telah mengkhianati atau melontarkan perkataan yang tidak enak terdengar, ketika rekan kerja atau rekan bisnis telah berbuat curang atau menjengkelkan, ketika pacar berbohong atau memutuskan hubungan sepihak, ketika suami atau istri melakukan kekerasan atau berkata kasar, ketika orang tua tanpa sadar telah mengucapkan kata-kata yang menyakitkan, ketika teman-teman sepelayanan telah bersikap tidak etis atau emosional, serta mengucapkan kata-kata yang menjatuhkan dan ketika kepahitan-kepahitan lainnya terjadi, apa yang hendaknya kita lakukan?
Mari kita mau mencontoh kepada Yesus yang taat kepada rencana Allah Bapa untuk menyelamatkan manusia sehingga Yesus rela menderita dan wafat di kayu salib untuk menanggung segala kesalahan kita. Kita semua tahu kisah sengsara Tuhan tetapi pernahkah kita sungguh-sungguh merenungkan dan turut merasakan apa yang dialami Yesus saat itu? Pasti sungguh menyakitkan buat Tuhan kita. Tetapi Yesus yang penuh belas kasih tidak membalas orang-orang yang telah menyakitinya tetapi justru mengampuninya dan berdoa bagi mereka. “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Lukas 23: 34). Sebagai murid Tuhan, kita mau belajar menjadi pelaku firman.Tidak mudah tentunya namun bila kita berdoa dan percaya akan kuasa doa serta mengimani kekuatan firman Tuhan niscaya kita sanggup mengampuni siapapun yang telah melukai kita.
Ikhlaskah kita mengampuni mereka yang telah mengecewakan kita? Pilihan ada di tangan kita. (CG)
No responses yet