Hari ini saya menghadiri misa pemakaman mama dari salah satu teman sel saya. Sebenarnya, saya seringkali memilih menghindari pemakaman karena saya selalu teringat akan mendiang ayah saya.
Tetapi, kali ini, saya rasa Tuhan punya rencana tersendiri agar saya bisa menghadiri pemakaman ini. Pemakaman diadakan pada hari biasa dimana kebanyakan orang sedang bekerja namun kebetulan hari itu saya libur sehingga saya bisa membantu tugas koor di misa pemakaman tersebut.
Pada saat Eulogi, pidato penghormatan akan mendiang, anak dari almarhum bercerita tentang pengorbanan mamanya bagi keluarganya. Mendiang mamanya mengorbankan karir, hobi, dan kepentingannya sendiri dan memilih menjadi ibu rumah tangga yang baik. Dia tidak pernah mengeluh sedikitpun selama hidupnya, selalu dengan penuh cinta kasih membesarkan ketiga anaknya dan melayani suaminya. Pada akhir pidatonya, teman saya berkata “… saya sangat bangga untuk bisa memanggilnya mama…”.
Saat ia mengatakan kalimat tersebut, di luar gedung gereja, hujan turun dengan derasnya, seakan alam ikut berduka kehilangan salah satu malaikat mereka di dunia ini. Eulogi yang diiringi senandung hujan menegur saya. Saya diingatkan lagi akan kasih tanpa syarat yang Tuhan karuniakan kepada saya.
Tuhan tidak pernah sekalipun membiarkan saya sakit ataupun kekurangan. Hari demi hari, Dia selalu memberikan yang terbaik dalam hidup saya. Tak pernah sekalipun Dia mengeluh tentang apa yang saya lakukan, dan meskipun seringkali saya menyakitiNya, Dia selalu mencintai saya apa adanya. Itulah sebabnya saya sangat bangga untuk memanggilNya “Bapa“.
Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya , selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! (Ratapan 3:22-23)
(A.N.T)
No responses yet