Mana yang lebih banyak kita lakukan – mencari Tuhan di saat susah atau di saat senang? Saya pribadi lebih banyak mencari Tuhan di saat susah.
Setiap orang tentu punya konsep "bahagia" yang berbeda. Ada yang merasa bahagia ketika memiliki segala yang diinginkan, termasuk keluarga, pekerjaan yang mapan, harta benda yang berkelimpahan. Namun sungguhkah perasaan bahagia karena hal-hal tersebut dapat bertahan lama dalam hati kita?
Semenjak ditunjuk melayani di bagian liturgi sebuah acara besar komunitas, saya lebih terlibat aktif dan lebih sering berinteraksi dengan banyak orang. Dari situ saya dapat melihat adanya gesekan yang nyata di antara anggotanya. Tujuannya sama dalam persiapan acara tersebut, tetapi caranya berbeda-beda.
Biasanya ketika mengalami pergolakan hidup, kita akan merasa tak seorangpun ada di sisi kita. Semua yang tadinya terasa dekat, seolah menjauh dan menghindar serta sibuk dengan urusan masing-masing. Saat kita sangat membutuhkan seseorang untuk bersandar, kenyataannya kita harus menghadapinya seorang diri.
Tolak ukur yang dipakai masyarakat untuk sebuah kesuksesan senantiasa dikaitkan dengan jumlah kekayaan yang dimiliki. Namun ternyata ada cukup banyak orang kaya yang tidak sesukses seperti apa yang terlihat dari luar. Jabatan dan pangkat tinggi, harta berlimpah, terpandang secara sosial, dan aktif dalam pelayanan belum tentu menjamin kesuksesan hidup dalam keluarga.
Saya adalah tipe orang yang tidak suka berdiam diri. Saya sangat suka menyibukkan diri dan menantang diri dengan menetapkan standar baru bagi diri sendiri. Tapi semangat seperti ini terkadang malah membuat saya kewalahan sendiri. Akibatnya saya menjadi sangat kelelahan dan berakhir terkapar di tempat tidur karena sakit.
Tidak terasa, sudah sepuluh bulan kita berada dalam Tahun Kerahiman (The Year of Mercy). Sejujurnya, saya merasa telah membiarkan tahun ini lewat begitu saja, ketika seorang teman bertanya apa yang sudah saya lakukan untuk menunjukkan belas kasih kepada orang lain?
Saya pernah menceritakan adik saya yang menderita sakit. Bahkan ada seorang dokter yang memberi vonis kalau adik saya hanya berumur sampai 13 tahun. Sejak itu kami sekeluarga semakin tekun untuk berdoa agar Tuhan memberikan umur panjang kepadanya. Namun di akhir tahun kemarin, iman kami mulai goyah.
Sekitar enam tahun lalu saya diterima bekerja di sebuah organisasi yang sangat besar. Saya bangga sekali. Teman-teman kagum karena saya bisa bekerja di sana. Suatu hari, saya diminta untuk memanipulasi data keuangan dengan jumlah yang sangat besar, tapi saya menolak dengan halus dan menjelaskan untung rugi jika melakukan hal ini.
Renungan Katolik “Bahasa Kasih” Jumat, 30 September 2016 Ayb 38:1,12-21; 39:36-38 Mzm 139:1-3,7-10,13-14ab Luk 10:13-16 MEROKOK […]