Hari Sabtu yang lalu, saya bertugas untuk mendampingi para teens untuk mengikuti retret setengah hari. Retret itu diadakan di Schoenstatt Shrine dan dipimpin oleh Sr. Lisette Dreis. Beliau adalah seorang suster dari Jerman yang mendedikasikan dirinya melayani Tuhan dari tahun ‘60an.
Pada awal retret tersebut, beliau memutar sebuah video tentang asal usul Schoenstatt Shrine dan juga asal mula panggilan beliau dalam melayani Tuhan. Sister Lisette adalah seorang gadis dari keluarga petani yang dulu menjalani kehidupannya seperti layaknya seorang gadis pada umumnya, pergi sekolah, punya seorang kekasih, dan bahkan sudah bertunangan dan berencana untuk menikah. Tetapi, setelah beliau membaca sebuah buku tentang Bunda Maria, rasa keingin tahuannya semakin menjadi-jadi dan semakin banyak buku-buku tentang Bunda Maria yang dibaca.
Tinggal sebulan lagi hari pernikahannya akan tiba, tetapi malam itu ada dorongan besar dalam hatinya untuk menjadi seorang Sister. Ia takut dan bingung akan apa yang harus dikatakan kepada tunangan, keluarganya, dan keluarga tunangannya untuk membatalkan rencana pernikahan tersebut. Namun pada akhirnya, sister Lisette berani menyampaikannya dan memulai kehidupannya sebagai Sister.
Kisah Sister Lisette membawa saya ke kisah ketika pertama kali Tuhan memanggil saya untuk pindah ke Australia. Saat, itu saya sudah mengatur rencana hidup saya, apa yang akan saya lakukan dalam pekerjaan maupun kehidupan pribadi saya hingga hubungan dengan pacar saat itu. Saya sempat merasa dipaksa ayah saya untuk pergi sekolah lagi ke Australia dan menolak karena dalam pekerjaan, saya merasa posisi saya sudah enak, gaji sudah lumayan untuk ukuran Indonesia dan baru 5 bulan saya berpacaran. Tetapi, disaat saya menghadiri Persekutuan Doa bersama Heman Salvation Ministry di Surabaya, ada satu lagu yang sepertinya ditujukan ke saya secara pribadi.
Refrain lagu tersebut mengumandangkan, ‘Ini aku, utuslah, Tuhan, ini aku, utuslah, Tuhan. Kemanapun Kau pimpin, ke negeri yang Kau pilih. Ini aku, utuslah, Tuhan, dan ku kan pergi.’ Andaikata tidak ada kata ’negeri’ dalam lagu itu, saya pasti tidak akan merasakan apa-apa. Tetapi di saat saya mendengar kata ‘negeri’ tersebut, sayapun langsung menangis dan tersungkur. Sayapun mengundurkan diri dari pekerjaan saya dan berangkat ke Australia untuk melanjutkan studi hingga akhirnya tinggal disini selama 24 tahun, bertemu istri saya, membangun keluarga kami, dan bisa melayani dalam komunitas Turrist Orationist Ministry ini.
Saya percaya bahwa Tuhan memanggil kita dengan caranya yang di luar nalar manusia. Tetapi seperti tertulis dalam Yesaya 55:8-9 ‘Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.’ Kita bisa punya rencana dalam kehidupan kita ini, tetapi apabila Tuhan menghendaki rencana yang berbeda buat kita, maka ikutlah sesuai utusanNya, karena rencanaNya adalah yang terbaik. (A.N.T)
No responses yet